Dakwah Pedalaman dan Komitmen Syahadat, Sebuah Babak Baru di Tanjung Medang
DI TENGAH denyut sunyi pedalaman Pulau Rupat, tepatnya di Desa Tanjung Medang, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, sebuah peristiwa...
DI TENGAH denyut sunyi pedalaman Pulau Rupat, tepatnya di Desa Tanjung Medang, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, sebuah peristiwa menggetarkan kembali terjadi.
Seorang saudara kita, Depianus Gulo, dengan keteguhan hati memutuskan untuk memeluk Islam. Hari itu Jumat, 9 Mei 2025, selepas shalat Ashar, di sebuah sore yang diberkahi, ia mengucapkan dua kalimat syahadat dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Depianus Gulo berasal dari Nias, sebuah pulau lain yang juga kaya akan ragam budaya dan sejarah panjang. Ia datang sebagai seorang non-muslim. Namun perjalanan hidup dan pertemuan-pertemuan bermakna telah mengantarkannya kepada cahaya Islam.
Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Depianus menjalin dialog dan mengikuti proses pembinaan intensif bersama Ustadz Mukhtar, dai Persaudaraan Dai Indonesia (PosDai) yang bertugas dalam program Dai Mengabdi di daerah tersebut.
Pendekatan yang dilakukan bukan dengan tekanan, apalagi paksaan. Dakwah yang menyejukkan, dialog yang terbuka, dan perhatian yang tulus menjadi jalan terbukanya hati Depianus terhadap Islam.
Setelah beberapa kali pertemuan dan proses pemantapan bersama Ustadz Mukhtar, akhirnya dengan kesadaran penuh beliau mengucapkan dua kalimat syahadat.
Keputusan Depianus untuk masuk Islam bukanlah hal remeh. Ini adalah keputusan besar yang, bagi sebagian orang, bisa berarti titik balik seluruh arah kehidupan.
Ia tak hanya berpindah keyakinan, tetapi juga bersiap untuk menjalani kehidupan baru yang menuntut komitmen, kesabaran, dan keistiqamahan.
Ketua PosDai Riau, Ustadz Muhammad Ihsan Taufik, mengatakan proses pembinaan dan pendampingan mualaf terus dilakukan oleh para dai PosDai Riau sebagai bagian dari misi dakwah pedalaman.
"Mari kita doakan semoga beliau istiqomah dalam Islam dan senantiasa diberi kemudahan dalam belajar dan mengamalkan ajaran agama," katanya.
Harapan itu bukan sekadar doa, tetapi juga seruan tanggung jawab. Dakwah bukan hanya berhenti pada syahadat. Justru setelahnya, tantangan lebih besar menanti. Pembinaan, pendampingan, dan penguatan akidah harus terus dilakukan.
Apalagi di daerah pedalaman seperti Tanjung Medang, di mana akses terhadap pendidikan agama dan fasilitas keislaman masih terbatas. Maka peran para dai menjadi ujung tombak dakwah yang tidak hanya menyentuh aspek spiritual, tetapi juga sosial dan kultural.
Di tengah derasnya gelombang globalisasi dan krisis identitas, keputusan Depianus menjadi simbol bahwa Islam tetap menawarkan jawaban yang autentik terhadap pencarian makna hidup manusia.
Syahadat Depianus adalah pengingat. Bahwa meski zaman berubah, dan ruang dakwah semakin kompleks, masih ada jiwa-jiwa yang mencari cahaya.
Masih ada ruang di pedalaman negeri ini yang haus akan sentuhan dakwah. Dan masih ada para dai yang memilih jalan sunyi untuk menunaikan tugas mulia mereka.
Semoga Depianus Gulo yang kini bernama muslim, Salman Al Farisi, diberi kekuatan untuk menapaki jalan Islam dengan mantap. Dan semoga kita semua diberi kepekaan untuk merasakan getaran iman dari kisah-kisah sederhana seperti ini, yang sesungguhnya menyimpan kedalaman luar biasa.[]