Ustadz Asdar Sanusi Menapak Jalan Dakwah dari Bone ke Sorong
ASDAR Sanusi adalah potret pemuda tangguh yang memilih jalan pengabdian sejak usia remaja. Lahir di Hulo, Bone, Sulawesi Selatan, pada 5 April 1991, ia meninggalkan kampung halamannya demi menuntut ilmu di Pondok Pesantren Hidayatullah Bontang, Kalimantan Timur, dengan satu tekad: menjadi dai di jalan Allah.
Pilihan hijrah ke Bontang bukanlah keputusan mudah. Asdar kala itu hanya seorang remaja yang belum membayangkan arah hidupnya secara utuh, namun ia membulatkan niat demi mengejar cita-cita dakwah.
Setelah lulus dari SMA Hidayatullah Bontang pada 2009, ia melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Hidayatullah Depok, lulus tahun 2013.
Sebagai alumni yang siap ditempatkan di mana saja, Asdar menerima amanah pertamanya sebagai dai di Kabupaten Merauke. Karena komitmen dan niat yang tulus, Asdar berangkat tanpa ada keraguan, meski keluarga besar menyayangkan keputusannya untuk tidak berdakwah di kampung halamannya.
Di Merauke, tugasnya tak hanya berdakwah, tetapi juga mengajar dan mencarikan donatur untuk kebutuhan para santri. Lima tahun ia menjalani pengabdian ini, dari 2013 hingga 2018.
Kemudian, amanah membawanya ke Kabupaten Nabire, masih di tanah Papua. Tantangan kembali datang, bukan hanya karena ia harus memboyong seluruh keluarganya — istri dan lima anak — tetapi juga karena keperluan hidup di daerah baru tak pernah bisa dipastikan.
Namun latar belakang Asdar di bidang ekonomi membuatnya tak gentar. Ia menjalankan tugas dakwah sekaligus mengetuk dari rumah ke rumah demi mendukung kebutuhan pesantren.
“Karena komitmen mengabdikan hidup di jalan dakwah, maka semua itu harus dijalankan,” ujarnya mantap.
Setelah enam tahun di Nabire, pada 2023 ia dipercaya bertugas di Holtekam, Jayapura. Kemudian, pada Mei 2025, Asdar kembali berpindah, kali ini ke Kota Sorong, Papua Barat Daya — lintas provinsi, lintas tantangan.
Di Sorong, ia mengemban amanah di daerah pinggiran kota, tepatnya di Jalan Danau Tempe, Kampung Salak.
Asdar hanya membawa sebagian barang, seperti baju anak-anak dan peralatan dapur. Namun baginya, keterbatasan bukanlah halangan. Ia kini aktif mengisi majelis taklim, khutbah Jumat, dan berbagai kegiatan dakwah lainnya.
Meski armada dakwah hanya dua motor untuk lima dai, ia meyakini bahwa niat yang baik insyaAllah akan mendatangkan yang terbaik.
Kini, Asdar terus menjalani hari-hari di medan dakwah yang berat namun penuh keberkahan. Motto hidupnya adalah "Jika kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu.”