Lentera Dakwah PosDai Papua, Menyalakan Dakwah dari Pedalaman Koya Barat
Koya Barat, sebuah wilayah di ujung timur Indonesia, terletak di Kecamatan Muara Tami, Kota Jayapura, Provinsi Papua. Kawasan ini dikenal se...
Koya Barat, sebuah wilayah di ujung timur Indonesia, terletak di Kecamatan Muara Tami, Kota Jayapura, Provinsi Papua. Kawasan ini dikenal sebagai daerah pertanian yang subur, namun masih menyimpan wajah pedalaman yang khas: akses pendidikan agama terbatas, jarak antarpermukiman berjauhan, dan sebagian besar masyarakat hidup dalam kesederhanaan.
Di balik semua keterbatasan itu, ada semangat yang terus berkobar dari sekelompok dai yang tak kenal lelah menebar cahaya Al-Qur’an. Di antara mereka, satu nama mencuat dengan keteguhan dan pengabdian yang istimewa yaitu Ustadz Musmulyadi.
Cahaya dari Jalan Trans KM 9
Di Jalan Trans KM 9, Swakarsa Luar, kawasan pertanian Koya Barat, berdiri sebuah taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) yang sederhana namun sarat makna. Bangunannya berdiri di belakang Pos Polisi Jalan Raya (PJR), dikelilingi hamparan hijau. Dari tempat inilah, anak-anak Papua menapaki langkah pertama mereka mengenal huruf demi huruf kitab suci.
Kegiatan belajar mengaji di TPQ ini menjadi oase pendidikan rohani di tengah keterbatasan fasilitas. Sekitar 30 anak dari berbagai kampung di seputar Koya Barat datang setiap sore, belajar membaca dan memahami Al-Qur’an. Mereka dibimbing oleh para ustadz dan ustadzah yang berdedikasi tinggi, di bawah tanggung jawab langsung Ustadz Musmulyadi.
“Alhamdulillah, TPQ ini sangat didukung oleh masyarakat dan pemerintah. Ketika ada kegiatan sosial atau keagamaan, masyarakat tidak pernah ketinggalan untuk ikut mengambil bagian,” ujar Musmulyadi penuh syukur.
Bagi Musmulyadi, keberadaan TPQ ini bukan hanya wadah belajar agama, tetapi simbol kebangkitan umat Islam di Papua, khususnya di wilayah perbatasan.
Dari Pedalaman, Untuk Indonesia Timur
Sebagai dai yang telah cukup lama mengabdi di tanah Papua, Musmulyadi memahami betul tantangan dakwah di daerah pedalaman. Infrastruktur yang terbatas, ekonomi masyarakat yang pas-pasan, hingga akses pendidikan yang belum merata menjadi keseharian yang harus dihadapi. Namun, di tengah semua itu, semangatnya tak pernah surut.
Ia bersama rekan-rekan dai seperti Ustadz Pathuk Aripin dan Ustadz Zulkarnain bahu membahu membina masyarakat. Mereka bukan hanya mengajarkan bacaan Al-Qur’an, tetapi juga menanamkan nilai disiplin, akhlak, dan cinta tanah air.
“Harapan saya, anak-anak Papua asli harus pandai membaca Al-Qur’an. Mereka harus merasa bangga menjadi Muslim yang cerdas dan berakhlak mulia,” kata Musmulyadi.
Di tengah kekurangan, ia justru melihat kekuatan, yaitu kebersamaan. Saat pembangunan masjid dimulai, masyarakat dan para santri bergotong royong melakukan pengecoran, tanpa upah, tanpa pamrih. “Semua dikerjakan oleh masyarakat dan santri. Inilah napak tilas PosDai di tengah masyarakat dan negara,” ujarnya dai yang juga Ketua PosDai Papua ini.
Potret Harmoni dan Keteguhan
Koya Barat adalah wilayah yang memadukan kehidupan desa dan perbatasan. Secara geografis, ia berbatasan langsung dengan Papua Nugini, menjadikannya kawasan strategis yang kental dengan keberagaman etnis dan budaya. Penduduknya terdiri dari berbagai suku seperti Sentani, Skouw, hingga pendatang dari Bugis, Jawa, dan Makassar. Sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, nelayan, dan pedagang kecil.
Dalam kondisi sosial yang majemuk ini, dakwah Islam dijalankan dengan penuh kesabaran dan pendekatan kultural. Musmulyadi menekankan pentingnya dakwah yang lembut dan membangun kepercayaan. “Di sini, dakwah tidak bisa tergesa-gesa. Kita harus hadir sebagai sahabat, bukan sekadar pengajar,” ujarnya menegaskan prinsip dakwah di tanah Papua.
Kegiatan TPQ yang digagasnya pun berusaha menciptakan suasana yang ilmiah dan alamiah. Anak-anak belajar di ruang terbuka dengan nuansa alam pertanian, mendengar gemericik air dan suara burung sore hari. Bagi mereka, mengaji bukan beban, melainkan kebahagiaan.
Dakwah yang Tak Pernah Padam
Meski perjuangan dakwah di pedalaman penuh rintangan, Musmulyadi tidak pernah menjadikan kekurangan sebagai alasan untuk berhenti. Ia mengakui, sering kali para dai harus mendidik tanpa jaminan penghasilan, bahkan dalam kondisi serba kekurangan.
“Kami ini meskipun di pedalaman, tidak pernah menjadikan kekurangan sebagai alasan untuk tidak berdakwah. Tidak jarang kami mendidik tanpa ma’isyah, tanpa sembako, tapi kami tetap berjalan demi dakwah,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Kalimat itu bukan sekadar pengakuan, melainkan testimoni ketulusan seorang pejuang dakwah. Bagi Musmulyadi, dakwah bukan profesi, tapi jalan hidup. Ia percaya bahwa keberkahan akan datang dari ketulusan dalam berjuang, bukan dari kemewahan fasilitas.
Gerbong Dakwah di Timur Indonesia
PosDai Papua di bawah kepemimpinannya telah menjadi simpul penting bagi pembinaan umat Islam di Indonesia Timur. Dari Jayapura hingga pedalaman Sarmi dan Keerom, kiprah para dai PosDai terus merambah. Mereka menjadi agen perubahan yang tidak hanya membawa dakwah, tetapi juga nilai sosial kemanusiaan: pendidikan, kebersamaan, dan semangat membangun.
Musmulyadi berharap PosDai Papua dapat menjadi “gerbong dakwah di Indonesia Timur,” yang menggerakkan banyak hati untuk ikut berjuang. “Kami hanya ingin melanjutkan estafet dakwah. Tidak harus besar sekarang, tapi harus terus hidup,” ujarnya.
Perjuangan Ustadz Musmulyadi dan para dai PosDai Papua menjadi cermin nyata bahwa cahaya Islam bisa bersinar dari tempat yang jauh sekalipun.


















