Mendidik dengan Cinta, Dakwah Keluarga di Tengah Krisis Zaman
VIRAL di Malang, seorang remaja melaporkan ibunya sendiri ke polisi setelah dimarahi karena menolak membereskan tempat tidur. Kisah tragis...
VIRAL di Malang, seorang remaja melaporkan ibunya sendiri ke polisi setelah dimarahi karena menolak membereskan tempat tidur.
Kisah tragis ini mengguncang ruang publik kita, menyingkap krisis nilai dalam hubungan orang tua dan anak.
Peristiwa ini bukan sekadar kasus domestik, melainkan cermin dari pergeseran moral dan hilangnya adab di tengah modernitas yang dingin.
Dalam Islam, keluarga adalah madrasah pertama pembentuk karakter. Rasulullah ï·º bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ayat dan hadis ini menunjukkan bahwa pendidikan adab harus dimulai dari rumah.
Dakwah keluarga bukan sekadar mengajarkan doa sebelum tidur, tetapi menanamkan cinta, tanggung jawab, dan rasa hormat.
Ketika komunikasi antara generasi terputus oleh gawai dan kesibukan, maka disitulah rumah akan kehilangan ruh tarbiyah.
Fenomena ini menandakan bahwa pembangunan bangsa tidak cukup dengan infrastruktur fisik; ia membutuhkan rekonstruksi moral.
Anak yang kehilangan figur kasih, akan mencari pelarian di dunia virtual dan budaya populer tanpa arah. Dakwah keluarga adalah benteng terakhir menghadapi badai modernitas.
QS. At-Tahrim [66]:6 mengingatkan:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...”
Ayat ini bukan perintah emosional, melainkan panggilan strategis bahwa keluarga harus menjadi garda terdepan peradaban. Para dai mesti menanamkan pentingnya uswah hasanah (keteladanan), bukan hanya nasihat verbal.
Bangsa akan hancur bila rumah tangga kehilangan arah spiritual. Mari dukung PosDai dalam menguatkan dakwah keluarga dan pendidikan moral umat baik dengan materi, doa, dan keterlibatan nyata, agar generasi muda kembali menemukan kasih dan adab sebagai dasar pembangunan.
















