Kesombongan Penghalang Terbesar untuk Melihat Cahaya Allah - Persaudaraan Dai Indonesia | Bersama Dai Membangun Negeri | Posdai.or.id

07 Agustus 2025

Kesombongan Penghalang Terbesar untuk Melihat Cahaya Allah

ADA satu penyakit hati yang paling berbahaya dalam sejarah manusia, yaitu kesombongan. Ia bagaikan karat yang merusak logam, pelan tapi pas...


ADA
satu penyakit hati yang paling berbahaya dalam sejarah manusia, yaitu kesombongan. Ia bagaikan karat yang merusak logam, pelan tapi pasti melemahkan, hingga akhirnya menghancurkan segalanya. 

Ketika kesombongan sudah mendarah daging, maka sebesar apa pun bukti kebenaran yang ditampakkan, ia akan ditolak mentah-mentah. Hati menjadi buta, telinga tertutup, akal kehilangan arah.

Allah menggambarkan keadaan itu dalam Surat Al-Hijr ayat 14–15:

وَلَوْ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَابًا مِّنَ السَّمَاۤءِ فَظَلُّوْا فِيْهِ يَعْرُجُوْنَۙ لَقَالُوْٓا اِنَّمَا سُكِّرَتْ اَبْصَارُنَا بَلْ نَحْنُ قَوْمٌ مَّسْحُوْرُوْنَ

"Kalau Kami bukakan (salah satu) pintu langit untuk mereka, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, “Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan. Bahkan, kami adalah kaum yang terkena sihir.” (QS. Al-Hijr: 14–15)

Ayat ini mengisyaratkan betapa orang-orang kafir Mekah menolak kebenaran meskipun mukjizat sudah ada di hadapan mereka. Bahkan seandainya Allah membukakan pintu langit hingga mereka naik dan menyaksikan keajaiban kerajaan-Nya, tetap saja mereka akan menuduh itu hanyalah sihir belaka.

Tafsir Jalalain

Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan, kata يَعْرُجُونَ berarti يَصْعَدُونَ (naik, mendaki ke atas). Namun, meskipun mereka benar-benar naik ke langit dan melihat keajaiban, mereka tetap berkata:

إِنَّمَا سُكِّرَتْ أَبْصَارُنَا بَلْ نَحْنُ قَوْمٌ مَّسْحُوْرُونَ

"Sesungguhnya pandangan mata kami telah dikaburkan. Bahkan kami adalah kaum yang terkena sihir"

Dengan kata lain, mereka sendiri yang menolak, mereka sendiri yang menghalangi, karena hati mereka sudah keras oleh kesombongan.

Tafsir Al-Muyassar

Al-Muyassar menjelaskan lebih rinci: seandainya orang-orang kafir Mekah dibukakan pintu langit, lalu mereka terus naik hingga menyaksikan langsung keajaiban kekuasaan Allah, tetap saja mereka tidak akan membenarkan Nabi Muhammad ﷺ. 

Mereka akan berkilah, “Pandangan kami telah disihir hingga kami melihat sesuatu yang tidak pernah kami lihat. Tidak lain kami hanyalah orang-orang yang terkena sihir oleh Muhammad.”

Subhanallah. Inilah gambaran betapa kesombongan dapat menutup rapat pintu kebenaran.

Pelajaran yang Bisa Dipetik

Dari ayat dan tafsir tersebut, ada beberapa hikmah yang begitu dalam untuk kita renungkan. Pertama, hati yang keras tidak akan luluh hanya dengan mukjizat.

Jika hati sudah menolak, sebesar apa pun tanda-tanda yang Allah perlihatkan, ia akan mencari-cari alasan untuk mengingkarinya.

Kedua, iman bukan sekadar bukti indrawi, tetapi soal hati yang tunduk. Orang kafir Mekah sudah berkali-kali menyaksikan mukjizat Nabi ﷺ, tetapi mereka tetap menolak. Mengapa? Karena hati mereka congkak dan enggan tunduk.

Ketiga, kufur lahir dari kesombongan. Alih-alih menerima kebenaran, mereka memilih menuduh, menuding, bahkan menyalahkan penglihatan dan akalnya sendiri.

Keempat, kesombongan melemahkan akal. Orang yang sombong akan selalu mencari dalih untuk menolak kebenaran, bahkan hingga membuat dirinya terjerumus dalam kebodohan.

Dan, Kelima, mukjizat terbesar adalah Al-Qur’an. Semua mukjizat para nabi terdahulu hanya berlaku untuk orang-orang yang menyaksikannya. 

Tetapi, ketahuilah, Al-Qur’an adalah mukjizat abadi, terjaga hingga akhir zaman, bisa dipahami oleh siapa saja yang hatinya ikhlas.

Refleksi Kehidupan

Betapa sering kita juga bersikap seperti kaum kafir Mekah yang menolak kebenaran meski ia sudah jelas. Saat dinasihati, kita berkata, “Itu bukan untuk saya.” 

Saat diberi bukti, kita berkata, “Itu kebetulan saja.” Saat diingatkan dengan ayat Allah, kita berkata, “Saya belum siap.” Padahal, mungkin itu hanyalah alasan yang lahir dari kesombongan.

Sejatinya, iman itu bukan tentang seberapa banyak bukti yang kita minta, tetapi seberapa ikhlas hati kita untuk tunduk. Bukankah banyak orang yang dulu menyaksikan mukjizat langsung dari Nabi ﷺ, namun tetap kufur? Sebaliknya, berapa banyak orang yang tidak pernah bertemu beliau, tetapi iman mereka teguh karena hati yang tulus.

Kesombongan adalah penghalang terbesar. Ia membuat kita menutup mata meski cahaya kebenaran terang benderang. Ia membuat kita menutup telinga meski nasihat lembut terus disampaikan. Ia membuat kita membungkam hati meski suara kebenaran mengetuknya berkali-kali.

Maka, jika ingin meraih hidayah, langkah pertama adalah menundukkan hati. Merendahkan diri di hadapan Allah. Mengakui kelemahan diri, lalu berserah sepenuhnya.

Karena bukan banyaknya mukjizat yang membuat kita beriman, tetapi hati yang ikhlas dan rendah hati menerima kebenaran.

*) Ust. Drs. Khoirul Anam, penulis adalah dai mengabdi senior di Sumatera Utara, alumni Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang, Jatim, Anggota Dewan Murabbi Wilayah (DMW) Hidayatullah Sumut, pengisi kajian rutin Tafsir Al Qur’an di Rumah Qur’an Yahfin Siregar Tamora dan pengasuh Hidayatullah Al-Qur’an Learning Centre Medan

Mitra

Sinergi adalah energi kita, terus berpadu dalam langkah nyata

  • Bersama Dai Bangun Negeri
  • Save Indonesia with Quran, ajak masyarakat hidupkan al-Quran
  • Menjadi dai perekat ukhuwah islamiyah dan ukhuwan insaniyah
  • Keswadayaan bersama mengemban amanah dakwah majukan negeri