Urgensi Dakwah Sebagai Fondasi Pembangunan Jiwa Bangsa
PEMBANGUNAN bangsa bukan hanya urusan infrastruktur dan ekonomi. Ia berakar dari nilai, kesadaran, dan orientasi moral masyarakatnya. Tanpa...
PEMBANGUNAN bangsa bukan hanya urusan infrastruktur dan ekonomi. Ia berakar dari nilai, kesadaran, dan orientasi moral masyarakatnya. Tanpa itu, pembangunan hanyalah gerak mekanis tanpa arah. Di sinilah peran dakwah menemukan urgensinya sebagai pilar pembangun jiwa bangsa.
Allah SWT berfirman dalam Al Qur'an surah Ar-Ra’d [13] ayat 11:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
Ayat ini menjelaskan bahwa inti pembangunan adalah transformasi manusia. Dakwah berperan sebagai penggerak transformasi itu, yaitu bagaimana membangun mentalitas, memperbaiki akhlak, dan menanamkan kesadaran kolektif akan tanggung jawab sosial.
Dakwah yang terlibat dalam pembangunan berarti menghadirkan nilai Islam sebagai pedoman moral publik. Ia mengajarkan bahwa kemajuan tidak dapat dilepaskan dari keadilan, keseimbangan, dan kemaslahatan.
Rasulullah SAW membangun Madinah bukan sekadar dengan batu dan kayu, tetapi dengan nilai persaudaraan, kesetaraan, dan amanah. Itulah fondasi masyarakat madani, yakni model ideal pembangunan yang menyatukan dimensi spiritual dan sosial.
Dalam konteks Indonesia, pembangunan sering terjebak dalam dikotomi antara agama dan ekonomi, antara moral dan efisiensi. Padahal, keduanya saling menopang.
Ketika agama dipisahkan dari pembangunan, lahirlah korupsi, ketimpangan, dan hilangnya makna pengabdian publik. Sebaliknya, ketika dakwah hadir menginspirasi tata kelola publik, maka pembangunan menemukan ruhnya.
PosDai memahami hal ini sebagai tanggung jawab sejarah. Para dai dipandang dan diposisikan bukan hanya penyampai khutbah, tetapi juga agen perubahan di tengah masyarakat.
Mereka mengajarkan nilai kejujuran dalam usaha, menumbuhkan semangat gotong royong dalam pembangunan desa, serta menanamkan etika kerja islami. Dari sinilah tumbuh kesadaran bahwa membangun bangsa adalah bagian dari ibadah.
Dakwah juga berperan sebagai kontrol moral terhadap kekuasaan. Ia mengingatkan bahwa pembangunan tanpa keadilan akan menghasilkan jurang sosial.
Al-Qur’an berulang kali menegaskan pentingnya qisth (keadilan) sebagai pilar kehidupan sosial. Dalam Al Qur'an surah Al-Hadid [57] ayat 25, Allah berfirman:
لَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنٰتِ وَاَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتٰبَ وَالْمِيْزَانَ لِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْط
“Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat menegakkan keadilan.”
Ayat ini menggarisbawahi bahwa tujuan dakwah dan risalah kenabian adalah membangun masyarakat yang adil.
Pembangunan bangsa harus dimulai dari pembangunan moral. Ketika individu jujur, keluarga solid, dan masyarakat peduli, maka negara pun kuat. Di sinilah dakwah berperan sebagai fondasi ideologis pembangunan yang bukan sekadar tambahan spiritual, melainkan sumber nilai dan arah kebijakan.
Dakwah adalah pilar pembangunan bangsa yang sesungguhnya. Ia menanamkan nilai, menuntun arah, dan menjaga keseimbangan antara kemajuan dan moralitas.
Mari kita dukung gerakan PosDai. Mendukung dai berarti menegakkan tiang peradaban bangsa. Kontribusi kita, sekecil apa pun, adalah bagian dari upaya membangun Indonesia yang adil, berdaya, dan berakhlak.
















