Ketahanan Keluarga sebagai Tiang Dakwah dan Peradaban Islam - Persaudaraan Dai Indonesia | Bersama Dai Membangun Negeri | Posdai.or.id

26 November 2025

Ketahanan Keluarga sebagai Tiang Dakwah dan Peradaban Islam

KETAHANAN keluarga dalam perspektif Islam bukan sekadar kemampuan bertahan dari tekanan sosial, tetapi kemampuan menjalankan fungsi-fungsi ...

KETAHANAN
keluarga dalam perspektif Islam bukan sekadar kemampuan bertahan dari tekanan sosial, tetapi kemampuan menjalankan fungsi-fungsi dasar yang menumbuhkan iman, akhlak, dan peradaban. 

Indonesia sebagai negeri dengan masyarakat religius menghadapi tantangan besar hari hari ini muali dari fragmentasi nilai, gelombang digitalisasi tanpa etika, dan pola konsumsi budaya yang sering tak selaras dengan adab Islam. Maka, penguatan keluarga tidak dapat dilepaskan dari dakwah dan pembangunan.

Al-Qur’an menegaskan peran keluarga sebagai unit pendidikan pertama. Allah berfirman, “Wahai orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. At-Tahrim: 6). 

Tidak hanya bernuansa teologis, ayat ini juga memuat mandat pembangunan sosial. Menjaga keluarga berarti menjaga struktur moral masyarakat. Dalam tafsir Ibn Katsir, kata quu (jagalah) mencakup dua dimensi: pengetahuan yang benar dan tindakan yang konsisten.

Secara historis, kekuatan masyarakat Islam di Nusantara lahir dari keluarga-keluarga beradab yang membentuk generasi ulama, pedagang amanah, dan pemimpin berintegritas. Ketahanan keluarga adalah modal sosial terbesar bagi pembangunan bangsa. 

Ketika keluarga melemah, proses pembangunan kehilangan basis etisnya. Akar korupsi, penyimpangan moral, dan krisis kepemimpinan hampir selalu dapat ditelusuri pada rapuhnya pendidikan keluarga.

DI sisi lain, Indonesia menghadapi fenomena stress keluarga, diantaranya karena urbanisasi, konflik peran gender, tekanan ekonomi, hingga disrupsi digital yang mengubah ruang interaksi keluarga. 

Dalam pendekatan sosiologi pembangunan, keluarga idealnya adalah institusi yang mampu mentransmisikan nilai dan keterampilan hidup. Namun dominasi teknologi, budaya instan, dan pola kerja yang memisahkan waktu orang tua-anak menciptakan celah nilai. Ketahanan keluarga di sini bukan berarti menolak modernitas, tetapi mengelola modernitas dengan adab Islam.

Rasulullah SAW menegaskan pentingnya kepemimpinan rumah tangga: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban…” (HR. Bukhari-Muslim). 

Hadis ini menjadi prinsip manajemen keluarga. Suami, istri, dan anak memiliki peran yang saling terkait dalam membangun keseimbangan emosional dan spiritual. Keluarga yang gagal mengelola kepemimpinan internal akan kehilangan orientasi.

Dalam konteks dakwah, keluarga adalah madrasah pertama bagi para da’i. Banyak tokoh dakwah besar Indonesia lahir dari keluarga yang menekankan pendidikan agama secara intensif. Artinya, pembangunan bangsa tidak dapat dilepaskan dari proses menanamkan nilai dakwah sejak dini. 

Ketahanan keluarga mempengaruhi kualitas kader umat. Sebaliknya, da’i dan lembaga dakwah memikul tanggung jawab besar memberikan bimbingan kepada keluarga-keluarga muslim agar tetap kokoh di tengah turbulensi zaman.

Pembangunan nasional pun memerlukan paradigma keluarga. Tanpa keluarga kuat, program ekonomi dan teknologi tak akan menghasilkan generasi produktif. 

Pembangunan harus bersifat family-centered, bukan sekadar mengejar angka pertumbuhan. Negara maju bukan hanya diukur dari infrastruktur, tetapi dari kualitas karakter manusia yang lahir dari keluarga harmonis dan bertakwa.

Dalam kerangka keindonesiaan, kita memiliki modal budaya besar berupa gotong royong, musyawarah, dan adab ketimuran yang selaras dengan syariat. Namun modal ini tergerus oleh individualisme global. 

Karenanya, keluarga Indonesia harus menjadi benteng terakhir penyelamat nilai-nilai luhur. Dakwah menjadi proses kebudayaan untuk menghidupkan kembali adab keluarga dengan kejujuran, kesederhanaan, hormat pada orang tua, dan tanggung jawab sosial.

Maka, ketahanan keluarga adalah agenda dakwah dan pembangunan sekaligus. Ia bukan isu domestik, tetapi isu strategis peradaban. Ketika keluarga kokoh, bangsa berdiri tegak.

Pada akhirnya, keluarga adalah tempat kita kembali menemukan makna hidup. Di sana cinta diuji, iman dipupuk, dan masa depan bangsa disiapkan. Ketahanan keluarga bukan sekadar wacana akademik, tetapi perjuangan spiritual dan kultural. 

Karena itu, mari mendukung Persaudaraan Dai Indonesia (PosDai) baik materi maupun non-materi, agar semakin banyak keluarga Indonesia memperoleh bimbingan dakwah yang meneguhkan. Dukungan kita adalah investasi peradaban.

Mitra

Sinergi adalah energi kita, terus berpadu dalam langkah nyata

  • Bersama Dai Bangun Negeri
  • Save Indonesia with Quran, ajak masyarakat hidupkan al-Quran
  • Menjadi dai perekat ukhuwah islamiyah dan ukhuwan insaniyah
  • Keswadayaan bersama mengemban amanah dakwah majukan negeri