Pengabdian Dakwah Ustadz Ahmad Syahril dan Semangat Belajar Al-Qur’an di Masyarakat - Persaudaraan Dai Indonesia | Bersama Dai Membangun Negeri | Posdai.or.id

25 November 2025

Pengabdian Dakwah Ustadz Ahmad Syahril dan Semangat Belajar Al-Qur’an di Masyarakat

SENJA jatuh pelan di Cappa Galung, Parepare. Di sela suara burung yang kembali ke sarang, dari sebuah rumah sederhana terdengar lantunan Al...

SENJA
jatuh pelan di Cappa Galung, Parepare. Di sela suara burung yang kembali ke sarang, dari sebuah rumah sederhana terdengar lantunan Al-Qur’an yang terbata namun penuh harap. 

Di ruang yang sempit itu, Hj. Sudarti, perempuan 62 tahun, duduk bersila di hadapan seorang guru yang membimbingnya dengan lembut. Sosok itu adalah Ustadz Ahmad Syahril, S.Pd.

Kini Ahmad adalah Ketua DPD Hidayatullah Parepare, sekaligus seorang dai lapangan yang tidak pernah melepaskan akarnya yang merupakan lulusan Sekolah Dai Ciomas tahun 2016 yang ditempa untuk hidup dan bekerja di tengah masyarakat.

Perjalanan dakwah Ahmad Syahril tidak dimulai dari panggung besar, melainkan dari ruang-ruang kecil tempat manusia belajar memperbaiki diri. 

Ketika ia merantau ke Parepare, ia melihat kota yang tumbuh, namun sebagian masyarakatnya belum mendapat akses pembelajaran Al-Qur’an yang intensif dan terstruktur. 

Kesadaran itu membuatnya memulai sebuah gerakan yang bertolak dari prinsip dasar pendidikan Hidayatullah: kepemimpinan visioner yang lahir dari keteladanan, ketulusan, dan kedekatan dengan umat.

Karena itu, ketika gerakan Rumah Qur’an Hidayatullah (RQH) mulai diperkenalkan, Syahril tidak membayangkan bahwa program ini kelak tumbuh menjadi fenomena sosial. 

Dari satu titik sederhana, kini telah berdiri 12 Rumah Qur’an di berbagai sudut Parepare. Transformasi ini bukan sekadar pencapaian organisasi, tetapi sebuah proses pembangunan masyarakat dari akar rumput. 

Ia mengakui hal ini dengan rendah hati, “Yang luar biasa, masyarakat tidak hanya menerima, tapi aktif berinisiatif menyediakan berbagai fasilitas pendukung.”

Kisah Hj. Sudarti adalah cerminan kecil dari perubahan yang lebih luas. Rumahnya dijadikan Rumah Qur’an Ar-Razzaq, tempat ia, suaminya, dan anak-anaknya belajar membaca Al-Qur’an dengan benar. “Alhamdulillah, ini anugerah terindah,” ujarnya dengan mata berbinar. 

Parepare kini menjadi kota tempat orang-orang tua kembali menemukan gairah belajar, dan itulah ciri khas gerakan ini: pesertanya didominasi ibu-ibu dan bapak-bapak lanjut usia yang tak pernah berhenti ingin dekat dengan kalam Ilahi.

Program ini menggunakan Metode Grand MBA (Gerakan Belajar dan Mengajarkan Al-Qur’an), memberikan pembelajaran sistematis dan menyenangkan. “Masyarakat butuh pembelajaran Quran yang sistematis. Kami hadir menjawab kebutuhan itu,” kata Syahril menegaskan.

Dari rumah ke rumah, dari mushalla ke ruang tamu warga, gelombang pembelajaran terus menyebar. Sebagian besar RQ baru bahkan lahir dari inisiatif masyarakat yang menyediakan fasilitas, mengatur jadwal guru, dan mengajak tetangga untuk ikut serta. Inilah tanda bahwa dakwah telah menjadi gerakan sosial.

Efeknya terasa nyata. Hj. Halimah, salah satu peserta, menyampaikan bahwa shalatnya kini jauh lebih khusyuk karena makna dan bacaan menjadi lebih jelas. 

Syahril pun mencatat perubahan yang lebih luas: para bapak lebih rajin ke masjid, ibu-ibu menghabiskan lebih banyak waktu dengan Al-Qur’an, sementara anak-anak mereka dikirim ke TPA atau pondok pesantren. Perubahan di tingkat keluarga ini kemudian memunculkan “efek domino” yang melahirkan Rumah Qur’an berikutnya.

Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Tantangan terbesar justru muncul di awal, ketika masyarakat masih ragu karena dihantui pengalaman sebelumnya yang sering berujung pada kepentingan finansial. 

“Butuh waktu dua sampai tiga bulan untuk membuktikan bahwa program ini benar-benar tulus,” kenang Syahril. Konsistensi dan transparansi menjadi fondasi kepercayaan, dan ketika kepercayaan itu tumbuh, gerakan dakwah berkembang dengan sendirinya.

Seiring berkembangnya zaman, Syahril tidak menutup mata terhadap dakwah digital. Ia aktif mengisi media sosial dengan konten keislaman meski kerap dianggap sedang membangun personal branding. Ia menepis anggapan itu dengan tenang. 

“Ini cara kami membawa lembaga, memperkenalkan bahwa Hidayatullah punya dai yang bisa tampil di publik,” jelasnya. Langkah ini membuka banyak kerja sama dengan masjid maupun lembaga pendidikan lain di Parepare dan sekitarnya.

Kini, menjelang Musyawarah Wilayah Hidayatullah Sulawesi Selatan 2025, Parepare berdiri sebagai contoh nyata bahwa pembangunan masyarakat bukan hanya soal fisik, melainkan penguatan spiritual, budaya belajar, dan kolaborasi organik antara dai dan masyarakat. 

Dalam tangan Ahmad Syahril, dakwah berubah menjadi gerakan yang hidup, cair, dan dekat dengan denyut warga: sebuah cahaya lembut yang merambat dari rumah ke rumah, menyalakan kembali kecintaan pada Al-Qur’an di setiap hati yang merindukan ketenangan.*/Basori Shobirin

Mitra

Sinergi adalah energi kita, terus berpadu dalam langkah nyata

  • Bersama Dai Bangun Negeri
  • Save Indonesia with Quran, ajak masyarakat hidupkan al-Quran
  • Menjadi dai perekat ukhuwah islamiyah dan ukhuwan insaniyah
  • Keswadayaan bersama mengemban amanah dakwah majukan negeri