Bahasa Cinta dan Dakwah dalam Rumah Tangga
KOMUNIKASI adalah jantung ketahanan keluarga. Banyak konflik, kesalahpahaman, dan keretakan terjadi bukan karena masalah besar, tetapi kare...
KOMUNIKASI adalah jantung ketahanan keluarga. Banyak konflik, kesalahpahaman, dan keretakan terjadi bukan karena masalah besar, tetapi karena kegagalan berkomunikasi.
Islam menempatkan adab komunikasi sebagai bagian dari iman. QS. Al-Hujurat: 11–12 memuat etika berbicara, menghargai, dan tidak berprasangka buruk. Komunikasi yang buruk tidak hanya merusak relasi, tetapi juga merusak struktur moral keluarga.
Rasulullah SAW adalah teladan komunikasi lembut. Aisyah RA meriwayatkan bahwa beliau tidak pernah berkata kasar. Beliau memilih kata, intonasi, dan waktu yang tepat.
Keteladanan ini penting bagi keluarga Indonesia yang kini terpapar budaya komunikasi digital serba cepat dan emosional. Media sosial telah menormalisasi cemooh, sarkasme, dan debat tanpa adab yang kemudian terbawa ke rumah.
Dalam perspektif pembangunan sosial, komunikasi keluarga menentukan stabilitas jangka panjang. Keluarga yang biasa berdialog dan musyawarah melahirkan anak yang percaya diri dan terbuka.
Sebaliknya, keluarga yang membungkam percakapan menciptakan generasi rapuh dan agresif. Komunikasi adalah ruang pembelajaran demokrasi, etika, dan empati.
Di Indonesia, tradisi komunikasi keluarga dulu penuh kehangatan: makan bersama, cerita malam, diskusi ringan. Namun digitalisasi membuat masing-masing anggota sibuk dengan gawainya. Orang tua tidak lagi bertanya kabar anak, dan anak tidak lagi menceritakan pengalaman hariannya. Ruang dialog menghilang, dan ketahanan keluarga melemah.
Islam mengajarkan bahwa setiap kata memiliki konsekuensi moral. QS. Qaf: 18 menegaskan bahwa setiap ucapan dicatat. Kesadaran ini harus menjadi dasar etika komunikasi keluarga.
Orang tua dan anak harus belajar memulai percakapan dengan salam, sapaan lembut, dan kata-kata yang menyejukkan. Komunikasi bukan hanya mentransfer pesan, tetapi mentransfer kasih sayang.
Dakwah memiliki peran penting memulihkan adab komunikasi keluarga. PosDai dan para da’i dapat mengajarkan prinsip mendengar aktif, musyawarah rumah tangga, dan resolusi konflik Islami. Ketahanan keluarga tidak akan terbangun tanpa kemampuan berdialog dengan lembut dan bijak.
Komunikasi adalah cermin hati. Ketika keluarga mampu berkomunikasi dengan adab, cinta tumbuh, konflik mereda, dan ketahanan keluarga menguat.
Mari dukung Persaudaraan Dai Indonesia (PosDai)—baik dengan materi maupun non-materi—agar dakwah tentang adab komunikasi menjangkau lebih banyak rumah di seluruh Indonesia. Dukungan kita adalah cahaya yang menuntun masa depan bangsa.
















