Era Kegaduhan Sosial dan Cinta sebagai Bahasa Dakwah Indonesia
Di tengah suasana publik yang semakin gaduh, polarisasi yang kian menajam, serta maraknya komunikasi agresif di media sosial, dakwah dengan ...
Di tengah suasana publik yang semakin gaduh, polarisasi yang kian menajam, serta maraknya komunikasi agresif di media sosial, dakwah dengan hati, cinta, dan keteladanan menjadi kebutuhan mendesak.
Dakwah bukan sekadar transfer pengetahuan, tetapi seni menyentuh jiwa. Dalam Islam, keteladanan (uswah hasanah) adalah metode dakwah tertinggi, sebagaimana dicontohkan Rasulullah yang mengubah masyarakat bukan dengan suara keras, tetapi dengan akhlak mulia yang memancar dari hati beliau.
Masyarakat kini mengalami kelelahan emosional. Mereka jenuh dengan perdebatan, marah pada situasi ekonomi, gelisah oleh ketidakpastian masa depan. Dalam konteks sosial seperti ini, dai harus hadir sebagai penenang, bukan penyulut emosi.
Para dai pun perlu untuk terus kembangkan komunikasi empatik yang mendengar sebelum berbicara, memahami sebelum mengoreksi, dan merangkul sebelum menasihati.
Dakwah dengan hati adalah dakwah yang memosisikan manusia sebagai pribadi yang memiliki pengalaman hidup, luka, dan harapan. Ketika dai mengedepankan kasih sayang (rahmah), nasihat yang disampaikan lebih mudah diterima dan berdampak jangka panjang. Cinta adalah bahasa universal yang melampaui batas-batas sosial, budaya, dan pendidikan.
Keteladanan dalam dakwah menjadi semakin penting ketika masyarakat menghadapi krisis integritas. Banyak orang kehilangan figur panutan yang dapat dipercaya. Dai harus tampil sebagai pribadi yang konsisten antara ucapan dan tindakan.
Keteladanan bukanlah retorika, tetapi keberanian menunjukkan akhlak mulia dalam kehidupan nyata: jujur, sederhana, amanah, dan peduli.
Dakwah dengan cinta juga relevan dalam upaya membangun kohesi sosial. Di tengah multikulturalisme Indonesia, pendekatan keras atau konfrontatif hanya akan memperlebar jarak antar kelompok. Sebaliknya, dakwah dengan hati menguatkan rasa saling menghargai, mengembalikan ruang dialog, dan memperkuat persatuan bangsa.
Dakwah yang efektif hari ini adalah dakwah yang berakar pada cinta, empati, dan keteladanan. Inilah dakwah yang mampu menyembuhkan hati masyarakat dan membangun ikatan kebangsaan yang kuat.
Untuk mewujudkan dakwah semacam ini, kita membutuhkan lebih banyak dai yang terlatih dan berdaya. Mari dukung Persaudaraan Dai Indonesia (PosDai), baik materi maupun non materi, agar dakwah dengan hati terus tumbuh menerangi Indonesia. (nun/pos)
















