Peran Penting Guru Ngaji dalam Pembangunan Indonesia Berkarakter
JIKA kita menelusuri jejak para tokoh besar bangsa, sebagian besar dari mereka tumbuh dari lingkungan pendidikan nonformal yang sederhana: ...
JIKA kita menelusuri jejak para tokoh besar bangsa, sebagian besar dari mereka tumbuh dari lingkungan pendidikan nonformal yang sederhana: surau, langgar, dan rumah-rumah guru ngaji.
Peran guru ngaji dalam pembangunan Indonesia adalah fakta historis yang sering diabaikan dalam diskusi pembangunan kontemporer yang terlalu fokus pada aspek ekonomi. Padahal, guru ngaji merupakan pilar pembentuk karakter bangsa Indonesia.
Dalam perspektif pembangunan manusia, guru ngaji memainkan dua peran besar. Pertama, mereka menanamkan fondasi etik dan ruhani sejak usia dini, yang menjadi dasar bagi pembentukan jiwa dan integritas di masa depan. Kedua, guru ngaji membangun ketahanan sosial di tingkat keluarga dan masyarakat melalui nilai-nilai Al Qur’an yang menuntun pada kebajikan, disiplin, dan tanggung jawab.
Di tengah derasnya modernisasi dan penetrasi budaya digital, tantangan guru ngaji semakin berat. Anak-anak lebih akrab dengan gawai ketimbang mushaf. Nilai kesabaran, kejujuran, dan ketekunan semakin sulit ditanamkan ketika ruang pendidikan dikuasai oleh budaya serba instan. Namun di sinilah peran guru ngaji menjadi semakin penting: mereka adalah penjaga kesinambungan nilai yang tak boleh hilang.
Pembangunan Indonesia tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan peningkatan PDB atau pembangunan fisik. Pembangunan sejati adalah pembangunan watak bangsa. Dan watak bangsa dibangun sejak ruang paling kecil: keluarga.
Guru ngaji adalah kepanjangan tangan dakwah dalam membentuk keluarga-keluarga berkarakter Qur’ani yang menjadi pondasi masyarakat madani.
Sayangnya, penghargaan terhadap guru ngaji sering kali tidak sebanding dengan kontribusinya. Banyak dari mereka bekerja tanpa honor tetap, mengajar di ruang sederhana, bahkan menggunakan dana pribadi untuk membeli mushaf dan alat belajar.
Di sinilah pentingnya masyarakat dan negara memberi perhatian lebih serius terhadap keberadaan mereka. Menguatkan guru ngaji berarti menguatkan masa depan bangsa.
Tak jarang guru ngaji juga menjadi problem solver sosial. Mereka memberi nasihat saat rumah tangga bermasalah, menenangkan masyarakat ketika terjadi konflik, hingga menjadi rujukan ketika anak-anak mengalami krisis moral. Dalam konteks ini, guru ngaji bukan hanya pendidik, tetapi pemimpin sosial yang menjalankan fungsi dakwah secara komprehensif.
Sekali lagi, peran guru ngaji adalah napas panjang pembangunan karakter bangsa. Tanpa mereka, Indonesia akan kehilangan akar moralnya. Maka, dukungan kepada para dai dan guru ngaji bukan sekadar gestur kebaikan, tetapi investasi peradaban.
Mari satukan hati dan langkah untuk memperkuat dakwah yang membangun masa depan. Dukunglah Persaudaraan Dai Indonesia (PosDai), baik materi maupun non materi, agar cahaya pendidikan Qur’ani terus menerangi perjalanan bangsa. (nun/pos)
















